Sukses

Kerap Diserang PKS-Demokrat, PDIP: Jokowi Harus Respons Fitnah Tak Berdasar

Politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus menilai, PKS dan Demokrat kerap melempar fitnah tanpa dasar kepada Presiden Jokowi dan Istana yang menyebabkan kegaduhan politik. Dia meminta PKS dan Demokrat memperbaiki cara berpolitiknya agar lebih elegan dan positif.

Liputan6.com, Jakarta - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menyesalkan taktik politik berbasis fitnah dan adu domba yang kerap dilakukan oleh PKS dan Demokrat. Dia menilai, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan pihak Istana memang harus menanggapi fitnah yang tak berdasar.

"Mereka ini sedikit-sedikit melempar fitnah tanpa dasar dan tanpa bukti yang seringkali menyebabkan kegaduhan politik," kata Deddy dikutip dari siaran persnya, Sabtu (24/12/2022).

Menurut dia, fitnah-fitnah dan provokasi tersebut telah dilakukan berulang kali oleh para elite Demokrat dan PKS. Mulai dari, potensi kasus hukum Anies Baswedan, jegal menjegal bakal calon Presiden dan Cawapres, tawar menawar kursi kabinet, hingga intervensi KPU.

"Ini tidak sehat, asumsi dibangun atas fitnah dan tidak memikirkan dampaknya bagi kualitas demokrasi dan pemilu," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR RI ini menyampaikan, sejauh ini tidak ada bukti yang valid yang menyatakan Istana dan Jokowi melakukan sejumlah intervensi terkait politik. Deddy menuturkan, Jokowi hanya melontarkan gimmick politik untuk menghibur.

"Sejauh ini Jokowi maupun istana tidak pernah menyebut mendukung nama bakal calon manapun. Juga tidak pernah menunjukkan preferensi tunggal yang bisa dikatakan memihak atau meng-endorse calon," tutur Deddy.

"Bahwa Presiden beberapa kali menyampaikan gimmick atau metafora politik, itu hal yang wajar, menghibur dan harusnya dianggap sebagai intermezo dalam demokrasi," sambungnya.

Dia mengatakan istana dan Jokowi memang harus merespon tudingan dan fitnah tidak berdasar yang dilontarkan di ruang publik. Sebab jika tidak, maka publik akan menganggap semua itu benar belaka.

"Sebaiknya Demokrat dan PKS memperbaiki cara berpolitiknya agar lebih elegan dan positif. Ini era medsos di mana semua orang bisa mengawasi dan melaporkan segala sesuatu yang terjadi hingga ke daerah pelosok. Kecurangan dan intervensi pemilu seperti yang terjadi di masa Pemilu 2004 dan 2009 apalagi jaman Orde Baru hampir tidak punya ruang sama sekali," pungkas Deddy.

2 dari 2 halaman

Demokrat Bandingkan Jokowi dengan SBY yang Tak Pernah Endorse Capres

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut telah memberi “kode” dukungan dengan menyebut ciri-ciri pemimpin. Menurut Jokowi, Pemimpin bisa dilihat dari raut wajah hingga rambutnya yang memutih.

Menaggapi hal itu, Wasekjen DPP Partai Demokrat Irwan menyatakan tidak pantas seorang presiden memberikan endorse untuk calon penggantinya baik secara tersirat maupun tersurat.

“Tidak etis bagi Presiden Jokowi untuk melakukan endorse terhadap calon penggantinya, walaupun dilakukan secara simbolik atau tersirat,” kata Irwan pada wartawan, Senin (28/11/2022).

Dia membandingkan Presiden SBY yang tidak pernah mempromosikan kandidat capres pada akhir masa jabatannya.

“Presiden SBY menjelang akhir masa jabatanya pada 2014 tidak pernah melakukan endorse kepada kandidat Capres lain. Bahkan Partai Demokrat pada masa itu bersikap netral. Sikap Presiden SBY adalah negawaran. Mampu memposisikan diri di waktu yang tepat dengan tetap menjaga etika politik,” kata dia.

Irwan mengingatkan agar membebaskan masyarakat memilih pemimpin yang mereka percaya baik.

“Membebaskan masyarakat menentukan pilihan politiknya adalah esensi dari demokrasi yang sehat dan substansial. Seharusnya sekelas Presiden RI menjaga bagaimana demokrasi berjalan secara sehat, bukan sekedar prosedural, tetapi juga substansial,” kata dia.

Irwan menegaskan melakukan kode atau sinyal dukungan tidak mencerminkan demokrasi yang sehat dan layak.

“Melakukan kode-kode semacam endorse yang dilakukan oleh selevel Presiden RI kepada kandidat Bakal Capres 2024 bukanlah cerminan dari demokrasi yang sehat. Ibarat pribahasa, “menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri”. Tingkah Presiden Jokowi menjatuhkan wibawa dan martabat seorang kepala negara,” pungkasnya.